1MA02.Aisyah Nurlillah.T3
TUGAS
3
MATA
KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
(PP-000207)
Dibuat oleh
Aisyah Nurlillah | 10822051
1MA02
Dosen pengampu : KURNIAWAN B.PRIANTO,
S.KOM.SH.MM
Link : https://journaleca.blogspot.com/2023/03/1ma02aisyah-nurlillaht2_30.html
PROGRAM
STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
GUNADARMA DEPOK
2023
Minggu 11 – 12
Wawasan
Nusantara Sebagai Konsepsi Dan Pandangan Kolektif Kebangsaan Indonesia Dalam
Konteks Pergaulan Dunia
1. 1.Konsep dan Urgensi Wawasan Nusantara
Sebelumnya dikatakan bahwa wawasan nusantara merupakan wawasan nasional bangsa Indonesia. Namun, demikian timbul pertanyaan apa arti wawasan nusantara dan apa pentingnya kehidupan berbangsa dan bernegara.Wawasan Nusantara bisa kita bedakan dalam dua pengertian, yakni pengertian etimologis dan pengertian terminologi.
Secara etimologi, kata wawasan nusantara berasal
dari dua katawawasan dan nusantara. Wawasan dari kata wawas (bahasa jawa) yang
artinya pandangan.sementara kata
“nusantara” merupakan gabungan kata nusa yang artinya pulau atau kepulauan. sedangkan dalam bahasa latin kata nusa
berasal dari kata naesos yang dapat berarti semenanjung, bahkan suatu bangsa.
Kata kedua yaitu “antara” memiliki padanan dalam bahasa latin, in dan terrayang berarti antara atau dalam suatu kelompok. “antara” juga mempunyai makna yang sama dengan kata inter dalam bahasa inggris yang berarti antar (antara) dan relasi. Sedangkan dalam bahasa sansekerta.
Kata “antara” dapat diartikan sebagai laut.
Ada pendapat lain yang menyatakan nusa berarti pulau. Dan antaranya berarti diampit atau berada ditengah-tengah. Nusantara berarti gugusan pulau yang diampit atau berada ditengah-tengah antara benua dan dua samudra (pasha,2008) tersebut dikemukakan. Pengertian terminologis umumnya adalah pengertian istilah menurut para ahli atau tokoh dan lembaga yang mengkaji konsep tersebut.
2. 2.Alasan Mengapa Diperlukan Wawasan
Nusantara
Wawasan
nusantara menjadi pedoman untuk mewujudkan tujuan nasional. Gagasan Wawasan
Nusantara menjadi salah satu konsep yang sangat dipertimbangan dan penting
untuj dijadikan dasar bernegara. Wawasan nusantara berperan untuk membimbing
bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan kehidupannya serta sebagai rambu-rambu
dalam perjuangan mengisi kemerdekaannya.
Pentingnya Wawasan Nusantara bagi bangsa Indonesia sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan, dan perbuatan bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
1. 3.Menggali
Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Wawasan Nusantara
Ada sumber historis
(sejarah), sosiologis, dan politis terkait dengan munculnya konsep wawasan
Nusantara. Simber-sumber itu melatar belakangi berkembangnya wawasan nusantara.
a. Latar belakang
Lahirnya konsepsi wawasan nusantara
Bermula dari perdana menteri Ir. H. Djuanda Kartawidjaja
yang pada tanggal 13 desember 1957 mengeluarkan deklarasi yang selanjutnya
dikenal sebagai deklarasi Djuanda isi deklarasi tersebut sebagai berikut: Isi
pokok deklarasi ini adalah bahwa lebar laut teritorial Indonesia 12 mil yang
dihitung dari garis yang menghubungkan pulau terluar Indonesia. Dengan garis teritorial
yang baru ini wilayah Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah. Sebelum
keluarnya deklarasi Djuanda, wilayah Indonesia didasarkan pada territoriale zee
en maritime kringen ordinantie 1939 (TZMKO 1939) atau dikenal dengan nama
ordonasi 1939, sebuah peraturan buatan pemerintah hindia-belanda. Isi ordonasi
tersebut pada intinya adalah penentuan lebar laut 3 mil dengan cara menarik
garis pangkal berdasarkan garis air pasang surut atau countour pulau/darat.
Guna memperkuat kedaulatan atas wilayah negara tersebut dibentuklah
undang-undang sebagai penjabarannya. Setelah keluarnya deklarasi Djuanda 1957
dibentuklah undang-undang No. 4 Prp Tahun 1960 tentang perairan Indonesia.
Tidak hanya melalui peraturan perundang-undang nasional, bangsa Indonesia juga
memperjuangkan konsepsi wawasan nusantara berdasar deklarasi Djuanda ini ke
forum international agar dapat pengakuan bangsa lain atau masyarakat
internasional.
b. Latar belakang
sosiologis wawasan nusantara
Berdasar sejarah, wawasan nusantara bermula dari
wawasan kewilayahan. Ingat deklarasi Djuanda
1957 sebagai perubahan atas ordonasi 1939 berintikan
mewujudkan wilayah Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah, tidak lagi
terpisah-pisah. Sebagai konsepsi kewilayahan, bangsa Indonesia mengusahakan dan
memandang wilayah sebagai satu kesatuan. Namun seiring tuntunan perkembangan ,
konsepsi wawasan nusantara mencakup pandangan akan satu kesatuan politik,
ekonomi, social budaya, dan pertahanan keamanan, termasuk persatuan sebagai satu
bangsa. Sebagaimana dalam urusan GBHN 1998 dikatakan wawasan
nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan
lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan
wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ini berarti lainnya konsep wawasan nusantara juga dilatar belakangi oleh
kondisi sosiologis masyarakat Indonesia. Hal diatas, keadaan sosiologis
masyarakat Indonesia dan juga keberlangsungan penjanjahan yang memecah belah
bangsa, telah melatarbelakangi tumbuhnya semangat dan tekad-tekad orang wilayah
dinusantara ini untuk bersatu dalam satu nasionalitas, satu
kebangsaan yakni bangsa Indonesia.
c. Latar
belakang politis wawasan nusantara
Selanjutnya secara politis , ada kepentingan nasional bagaimana agar wilayah yang utuh dan bangsa yang bersatu ini dapat dikembangkan, dilestarikan, dan dipertahankan secara terus menerus. Kepentingan nasional itu merupakan turunan lanjut dari cita-cita nasional, tujuan nasional, maupun visi nasional. Cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea II adalah untuk mewujudkan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu berdaulat, adil dan makmur sedangkan tujuan nasional Indonesia sebagaimana tentang dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV salah satunya adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
1. 4.Membangun argument tentang dinamika dan tantangan Wawasan Nusantara
Dengan adanya konsepsi Wawasan Nusantara wilayah Indonesia menjadi sangat luas dengan beragam isi flora, fauna, serta penduduk yang mendiami wilayah itu. Namun demikian, konsepsi wawasan nusantara juga mengajak seluruh warga negara untuk memandang keluasan wilayah dan keragaman yang ada di dalamnya sebagai satu kesatuan. Kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan dalam kehidupan bernegara merupakan satu kesatuan. Luas wilayah Indonesia tentu memberikan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk mengelolanya. Hal ini dikarenalan luas wilayah memunculkan potensi ancaman dan sebaliknya memiliki potensi keunggulan dan kemanfaatan. Wawasan nusantara telah menjadi landasan visiponal bagi bangsa Indonesia guna memperkokoh kesatuan wilayah dan persatuan bangsa akan terus meneruis dilakukan.
Hal ini dikarenakan visi tersebut dihadapkan pada dinamika kehidupan yang selalu berkembang dan tantangan yang berbedavsesuai dengan perubahan zaman.Dinamika yang berkembang itu misalnya, jika pada masalalu penguasaan wilayah dilakukan dengan pendudukan militer maka sekarang ini lebih ditekankan pada upaya perlindungan pelestarian diwilayah tersebut. Tantangan yang berubah, misalnya adanya perubahandari kejahatan konvensional menjadi kejahatan didunia maya.
2. 5.Esensi dan
urgensi Wawasan Nusantara
Sebagaimana telah dikemukakan di muka, esensi atau hakikat dari wawasan nusantara adalah “kesatuan wilayah dan persatuan bangsa” Indonesia. Mengapa perlu kesatuan wilayah? Mengapa perlu persatuan bangsa? Sebelumnya Anda telah mengkaji bahwa sejarah munculnya wawasan nusantara adalah kebutuhan akan kesatuan atau keutuhan wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Wilayah itu harus merupakan satu kesatuan, tidak lagi terpisah-pisah oleh adanya lautan bebas. Sebelumnya kita ketahui bahwa wilayah Indonesia itu terpecah-pecah sebagai akibat dari aturan hukum kolonial Belanda yakni Ordonansi 1939. Baru setelah adanya Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957, wilayah Indonesia barulah merupakan satu kesatuan, di mana laut tidak lagi merupakan pemisah tetapi sebagai penghubung.
Wilayah Indonesia sebagai
satu kesatuan memiliki keunikan antara lain:
1. Bercirikan negara kepulauan (Archipelago State)
dengan jumlah 17.508 pulau.
2. Luas wilayah 5.192 juta km2 dengan
perincian daratan seluas 2.027 juta km2 dan laut seluas 3.166 juta km2. Negara kita
terdiri 2/3 lautan / perairan
3. Jarak utara selatan 1.888 km dan jarak timur barat
5.110 km
4. Terletak diantara dua benua dan dua samudra (posisi
silang)
5. Terletak pada garis katulistiwa f. Berada pada
iklim tropis dengan dua musim
6. Menjadi pertemuan dua jalur pegunungan yaitu
Mediterania dan Sirkum Pasifik
7. Berada pada 60 LU- 110 LS dan 950 BT – 1410 BT
8. Wilayah yang subur dan habittable (dapat dihuni)
9. Kaya akan flora, fauna, dan sumber daya alam
Wawasan nusantara yang pada awalnya sebagai konsepsi kewilayahan berkembang menjadi konsepsi kebangsaan. Artinya wawasan nusantara tidak hanya berpandangan keutuhan wilayah, tetapi juga persatuan bangsa. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang heterogen. Heterogenitas bangsa ditandai dengan keragaman suku, agama, ras, dan kebudayaan. Bangsa yang heterogen dan beragam ini juga harus mampu bersatu.
Bangsa
Indonesia sebagai kesatuan juga memiliki keunikan yakni:
1. Memiliki
keragaman suku, yakni sekitar 1.128 suku bangsa (Data BPS, 2010)
2. Memiliki
jumlah penduduk besar, sekitar 242 juta (Bank Dunia, 2011)
3. Memiliki
keragaman ras
4. Memiliki
keragaman agama
5. Memiliki keragaman kebudayaan, sebagai konsekuensi dari keragaman suku bangsa.
Konsep Wawasan Nusantara menciptakan pandangan bahwa Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah merupakan satu kesatuan politik, sosialbudaya, ekonomi serta pertahanan dan keamanan. Atau dengan kata lain perwujudan wawasan nusantara sebagai satu kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan dan keamanan. Pandangan demikian penting sebagai landasan visional bangsa Indonesia terutama dalam melaksanakan pembangunan.
a. Perwujudan
Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik memiliki makna:
1) Bahwa
kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu
kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup, dan kesatuan matra seluruh bangsa serta
menjadi modal dan milik bersama bangsa.
2) Bahwa
bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai
bahasa daerah serta memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat
dalam arti yang seluasluasnya.
3) Bahwa
secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan,
sebangsa, dan setanah air, serta mempunyai tekad dalam mencapai cita-cita
bangsa.
4) Bahwa
Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan negara yang
melandasi, membimbing, dan mengarahkan bangsa
5) Bahwa
kehidupan politik di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu kesatuan politik
yang diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
6) Bahwa
seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem hukum dalam arti
bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.
7) Bahwa bangsa Indonesia yang hidup berdampingan dengan bangsa lain ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial melalui politik luar negeri bebas aktif serta diabdikan pada kepentingan nasional.
b. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Ekonomi memiliki makna:
1) Bahwa
kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik
bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di
seluruh wilayah tanah air.
2) Tingkat
perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa
meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah dalam pengembangan kehidupan
ekonominya.
3) Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu kesatuan ekonomi yang diselenggarakan sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan dan ditujukan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
c. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya memiliki makna:
1) Bahwa
masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan
kehidupan bangsa yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat
yang sama, merata dan seimbang, serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai
dengan tingkat kemajuan bangsa.
2) Bahwa budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, dengan tidak menolak nilai – nilai budaya lain yang tidak bertentangan dengan nilai budaya bangsa, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh bangsa.
d. Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu Kesatuan Pertahanan dan
keamanan memiliki makna:
1) Bahwa
ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakekatnya merupakan ancaman
terhadap seluruh bangsa dan negara.
2) Bahwa
tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam rangka
pembelaan negara dan bangsa.
Minggu 13
Ketahanan Nasional Dan Bela Negara Bagi Indonesia Dalam Membangun
Komitmen Kolektif Kebangsaan
1. 1.Konsep dan urgensi ketahanan Nasional dan Bela Negara
Secara etimologi, ketahanan berasal dari kata “tahan”
yang berarti tabah, kuat, dapat menguasai diri, gigih, dan tidak mengenal
menyerah. Ketahanan memiliki makna mampu, tahan, dan kuat menghadapi segala
bentuk tantangan dan ancaman yang ada guna menjamin kelangsungan hidupnya. Sedangkan
kata “nasional” berasal dari kata nationyang berarti bangsa sebagai pengertian
politik. Bangsa dalam pengertian politik adalah persekutuan hidup dari
orang–orang yang telah menegara.
Ketahanan
nasional secara etimologi dapat diartikan sebagai mampu, kuat, dan tangguh dari
sebuah bangsa dalam pengertian politik. Ketahanan nasional secara terminologi.
Terdapat tiga pengertian ketahanan nasional atau disebut sebagai wajah
ketahanan nasional yakni :
1. ketahanan nasional sebagai
konsepsi
2. ketahanan nasional sebagai kondisi
3. ketahanan nasional sebagai strategi,
cara atau pendekatan
Ketahanan
nasional sebagai konsepsi adalah konsep khas bangsa Indonesia sebagai pedoman pengaturan penyelenggaraan
bernegara dengan berlandaskan pada ajaran asta gatra.
Ketahanan
nasional sebagai kondisi adalah kondisi dinamis bangsa Indonesia yang berisi
keuletan dan daya tahan.
Ketahanan
nasional sebagai metode atau strategi adalah cara yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah dan ancaman. kebangsaan melalui pendekatan asta gatra
yang sifatnya integral komprehensif.
Konsep
ketahanan nasional berlapis, artinya ketahanan nasional sebagai kondisi yang
kokoh dan tangguh dari sebuah bangsa tentu tidak terwujud jika tidak dimulai
dari ketahanan pada lapisan-lapisan di bawahnya.
Terwujudnya
ketahanan pada tingkat nasional (ketahanan nasional) bermula dari adanya
ketahanan diri/individu, berlanjut pada ketahanan keluarga, ketahanan wilayah,
ketahanan regional lalu berpuncak pada ketahanan nasional (Basrie, 2002).
1. 2.Alasan
mengapa diperlukannya ketahanan Nasional dan Bela Negara
Ketahanan nasional diperlukan bukan hanya sebagai
konsepsi politik saja melainkan sebagai kebutuhan yang diperlukan dalam menunjang
keberhasilan tugas pokok pemerintahan, seperti: tegaknya hukum dan ketertiban
(law and order), terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran (welfare and
prosperity).
2. 3.Menggali sumber historis, sosiologis, dan politik tentang ketahanan Nasional dan bela negara
Secara
historis,
gagasan tentang ketahanan
nasional bermula pada
awal tahun 1960-an
di kalangan militer angkatan
darat di SSKAD
yang sekarang bernama
SESKOAD (Sunardi, 1997). Masa itu
sedang meluasnya pengaruh komunisme yang
berasal dari Uni
Sovyet dan Cina. Pengaruh komunisme
menjalar sampai kawasan
Indo Cina sehingga
satu per satu kawasan Indo Cina menjadi negara komunis
seperti Laos, Vietnam, dan Kamboja. Tahun 1960-an terjadi gerakan komunis di
Philipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Bahkan gerakan komunis Indonesia
mengadakan pemberontakan pada
30 September 1965
namun akhirnya dapat diatasi.
Sejarah keberhasilan bangsa Indonesia menangkal ancaman komunis
tersebut menginspirasi para petinggi
negara (khususnya para
petinggi militer) untuk
merumuskan sebuah konsep yang
dapat menjawab, mengapa
bangsa Indonesia tetap
mampu bertahan menghadapi serbuan
ideologi komunis, padahal negara-negara lain banyak yang berguguran. Pemikiran Lemhanas
tahun 1968 ini selanjutnya
mendapatkan kemajuan konseptual berupa ditemukannya unsur-unsur
dari tata kehidupan
nasional yang berupa
ideologi, politik, ekonomi,
sosial dan militer dan kemudian pada tahun 1969 lahirlah istilah Ketahanan
Nasional.
Pada tahun 1973, secara resmi konsep ketahanan
nasional dimasukkan ke dalam GBHN yakni Tap MPR No IV/MPR/1978.
Perkembangan selanjutnya rumusan
ketahanan nasional masuk
dalam GBHN sebagai
hasil ketetapan MPR yakni dimulai pada GBHN 1973, GBHN 1978, GBHN 1983, GBHN 1988, GBHN 1993
sampai terakhir GBHN
1998. Rumusan GBHN
1998 sebagaimana telah dinyatakan di atas merupakan rumusan
terakhir, sebab sekarang ini GBHN tidak lagi digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pembangunan.
Secara Sosiologis,
Ketahanan nasional bermula
dari ancaman setelah
perang dingin terhadap
budaya dan kebangsaan. Inti
ketahanan nasional pada
dasarnya berada pada
tataran mentalitas bangsa Indonesia sendiri dalam menghadapi
dinamika masyarakatnya sendiri. Dengan mendasarkan pengertian ketahanan
nasional sebagai kondisi dinamik bangsa yang ulet dan tangguh dalam
menghadapi berbagai ancaman,
maka konsepsi ini
tetaplah relevan untuk
dijadikan kajian ilmiah.
Hal ini disebabkan bentuk ancaman di era modern
semakin luas dan kompleks. Bahkan ancaman
yang sifatnya nonfisik
dan nonmiliter lebih
banyak dan secara
masif amat mempengaruhi kondisi
ketahanan nasional. Ketahanan Nasional tetap relevan sebagai kekuatan penangkalan dalam
suasana sekarang maupun
nanti, sebab ancaman
setelah berakhirnya perang dingin
lebih banyak bergeser
kearah nonfisik, antara
lain; budaya dan
kebangsaan (Sudradjat, 1996: 1-2).
Sumber politik,
ketahanan nasional adalah Lembaga Pertahanan Nasional ( Lemhanas ). Konsep
ketahanan nasional kemudian dimasukan kedalam GBHN yakni Tap MPR No.
IV/MPR/1978. Lembaga Ketahanan Nasional ( Lemhanas ) RI sebagai lembaga
yang mengembangkan konsep ketahanan
nasional Indonesia, sudah membuat badan khusus yang bertugas untuk mengukur
tingkat ketahanan Indonesia.
Badan ini dinamakan
Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional, sebagai bagian dari
Lemhanas RI.
Di era sekarang ini Ketahanan nasional dipengaruhi
oleh kondisi ketidakadilan sebagai musuh bersama. Konsep ketahanan juga tidak
hanya ketahanan nasional tetapi konsepsi yang berlapis, atau ketahanan berlapis
yakni ketahanan daerah, ketahanan regional, dan ketahanan nasional. Selain itu,
ketahanan nasional juga mencakup berbagai aspek seperti ketahanan pangan dan ketahanan energi.
Aspek-aspek tersebut dapat ditemukan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (
RMJN ) 2010-2015.
Ketahanan saat ini
ditekankan pada ketahanan kondisi. Tinggi rendahnya ketahanan
nasional dipengaruhi oleh unsur ketahanan itu sendiri.
1. 4.Membangun argumen tentang dinamika dan tantangan ketahanan Nasional dan bela Negara bayar pajak merupakan bela Negara non fisik
Pengalaman sejarah bangsa Indonesia telah membuktikan
pada kita pada, konsep ketahanan nasional kita terbukti mampu menangkal
berbagai bentuk ancaman sehingga tidak berujung pada kehancuran bangsa atau berakhirnya
NKRI. Setidaknya ini terbukti pada saat bangsa Indonesia menghadapai ancaman
komunisme tahun 1965 dan yang lebih actual menghadapi krisis ekonomi dan
politik pada tahun 1997-1998. Sampai saat ini kita masih kuat bertahan dalam
wujud NKRI. Bandingkan dengan pengalaman Yugoslavia ketika menghadapi ancaman
perpecahan tahun 1990-an. Namun demikian, seperti halnya kehidupan individual
yang terus berkembang, kehidupan berbangsa juga mengalami perubahan, perkembangan,
dan dinamika yang terus menerus. Ketahanan nasional Indonesia akan selalu
menghadapi aneka tantangan dan ancaman yang terus berubah. Ketahanan nasional
sebagai kondisi, salah satu wajah Tannas, akan selalu menunjukkan dinamika
sejalan dengan keadaan atau obyektif yang ada di masyarakat kita. Sebagai
kondisi, gambaran Tannas bisa berubah-ubah, kadang tinggi, kadang rendah.
2. 5.Esensi dan urgensi ketahanan Nasional dan bela Negara Kemandirian APBN yang ditopang dari penerimaan pajak merupakan bentuk ketahanan ekonomi
Sudah dikemukakan sebelumnya, terdapat tiga cara
pandang dalam melihat ketahanan nasional. Ketiganya menghasilkan tiga wajah
ketahanan nasional yakni ketahanan nasional sebagai konsepsi, ketahanan
nasional sebagai kondisi, dan ketahanan nasional sebagai konsepsi atau doktrin.
Ketiganya bisa saling berkaitan karena diikat oleh pemikiran bahwa kehidupan
nasional ini dipengaruhi oleh delapan gatra sebagai unsurnya atau dikenal
dengan nama “Ketahanan nasional berlandaskan ajaran asta gatra”. Konsepsi ini
selanjutnya digunakan sebagai strategi, cara atau pendekatan di dalam
mengupayakan ketahanan nasional Indonesia. Kedelapan gatra ini juga digunakan sebagai
tolok ukur di dalam menilai ketahanan nasional Indonesia sebagai kondisi.
Esensi dari ketahanan nasional pada hakikatnya adalah kemampuan yang dimiliki
bangsa dan negara dalam menghadapi segala bentuk ancaman yang dewasa ini spektrumnya
semakin luas dan kompleks. Hal yang menjadikan ketahanan nasional sebagai
konsepsi khas bangsa Indonesia adalah pemikiran tentang delapan unsur kekuatan
bangsa yang dinamakan Asta Gatra. Pemikiran tentang Asta Gatra dikembangkan
oleh Lemhanas. Bahwa kekuatan nasional Indonesia dipengaruhi oleh delapan unsur
terdiri dari tiga unsur alamiah (tri gatra) dan lima unsur sosial (panca gatra).
Perihal unsur-unsur kekuatan nasional ini telah mendapat banyak kajian dari
para ahli. Morgenthau dalam bukunya Politics Among Nations: The Struggle for
Power and Peace, mengemukakan bahwa menurutnya ada dua faktor yang memberikan
kekuatan bagi suatu negara, yakni faktor-faktor yang relatif stabil (stable
factors), terdiri atas geografi dan sumber daya alam, dan faktor-faktor yang
relatif berubah (dinamic factors), terdiri atas kemampuan industri, militer,
demografi, karakter nasional, moral nasional, kualitas diplomasi, dan kualitas
pemerintah. Alfred Thayer Mahan dalam bukunya The Influence Seapower on
History, mengatakan bahwa kekuatan nasional suatu bangsa dapat dipenuhi apabila
bangsa tersebut memenuhi unsur-unsur: letak geografi, bentuk atau wujud bumi,
luas wilayah, jumlah penduduk, watak nasional, dan sifat pemerintahan. Menurut
Mahan, kekuatan suatu negara tidak hanya tergantung luas wilayah daratan, akan
tetapi tergantung pula pada factor luasnya akses ke laut dan bentuk pantai dari
wilayah negara. Sebagaimana diketahui Alferd T. Mahan termasuk pengembang teori
geopolitik tentang penguasaan laut sebagai dasar bagi penguasaan dunia. Barang
siapa menguasai lautan akan menguasai kekayaan dunia (Armawi. 2012). Cline
dalam bukunya World Power Assesment, A Calculus of Strategic Drift, melihat
suatu negara dari luar sebagaimana dipersepsikan oleh negara lain. Kekuatan
sebuah negara sebagaimana dipersepsikan oleh negara lain merupakan akumulasi
dari faktor-faktor sebagai berikut; sinergi antara potensi demografi dengan
geografi; kemampuan militer; kemampuan ekonomi; strategi nasional; dan kemauan
nasional atau tekad rakyat untuk mewujudkan strategi nasional. Potensi
demografi dan geografi; kemampuan militer; dan kemampuan ekonomi merupakan
faktor yang tangible, sedangkan strategi nasional dan kemauan nasional
merupakan faktor yang intangible.
Unsur-unsur ketahanan nasional model Indonesia terdiri
atas delapan unsur yang dinamakan Asta Gatra (delapan gatra), yang terdiri dari
Tri Gatra (tiga gatra) alamiah dan Panca Gatra (lima gatra) sosial. Unsur atau
gatra dalam ketahanan nasional Indonesia tersebut, sebagai berikut;
Tiga aspek kehidupan alamiah (tri
gatra) yaitu:
1) Gatra letak dan kedudukan geografi
2) Gatra keadaan dan kekayaan alam
3) Gatra keadaan dan kemampuan penduduk
Lima aspek kehidupan sosial (panca
gatra) yaitu:
1) Gatra ideologi
2) Gatra politik
3) Gatra ekonomi
4) Gatra sosial budaya (sosbud)
5) Gatra pertahanan dan keamanan (hankam)
Model Asta Gatra merupakan perangkat hubungan
bidang-bidang kehidupan manusia dan budaya yang berlangsung di atas bumi ini
dengan memanfaatkan segala kekayaan alam yang dapat dicapai dengan menggunakan
kemampuannya. Model ini merupakan hasil pengkajian Lembaga Ketahanan Nasional
(Lemhanas).
Minggu 14
Menganalisis Permasalahan Negara, dengan tema :
1. Prinsip anti korupsi
Lima prinsip anti korupsi antara lain :
Prinsip Akuntabilitas
adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Mahasiswa menerapkan
prinsip akuntabilitas dalam program-program kegiatan kemahasiswaan dengan
mengindahkan aturan yang berlaku di kampus dan dijalankan sesuai dengan aturan.
Prinsip Transparansi
mengharuskan semua proses dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk
penyimpangan dapat diketahui oleh publik. Mahasiswa menerapkan prinsip
transparasi melalui program kegiatan kemahasiswaan dan laporan kegiatannya
harus dapat diakses oleh seluruh mahasiswa.
Prinsip Kewajaran
untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik
dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya. Prinsip kewajaran
diterapkan mahasiswa dalam penyusunan anggaran program kegiatan kemahasiswaan
dan dalam menyusun Laporan pertanggung-jawaban.
Prinsip Kebijakan
berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang
dapat merugikan negara dan masyarakat. Prinsip kebijakan diterapkan mahasiswa
dalam membuat kebijakan atau aturan main tentang kegiatan kemahasiswaan harus
mengindahkan seluruh aturan dan ketentuan yang berlaku di kampus.
Prinsip Kontrol kebijakan
agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk
korupsi. Prinsip kontrol kebijakan diterapkan mahasiswa dengan melakukan
kontrol pada kegiatan kemahasiswaan.
2. Upaya pemberantasan
Dari survei Persepsi Masyarakat Terhadap KPK dan
Korupsi Tahun 2008, didapati bahwa belum terlalu banyak orang yang tahu bahwa
tugas dan wewenang yang diamanahkan kepada KPK bukan hanya tugas yang terkait
dengan penanganan kasus korupsi dan penanganan pengaduan masyarakat. Hal ini
dapat dimaklumi, karena sekalipun telah banyak yang dilakukan oleh KPK dalam
melakukan pencegahan korupsi dan dalam mengkaji sistem administrasi lembaga
negara/pemerintah yang berpotensi korupsi, kegiatan-kegiatan itu menurut
kalangan pers kalah nilai jualnya jika dibandingkan dengan liputan atas
penindakan korupsi.
Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian
tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya
koordinasi, supervisi, monitor,
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan,
dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku[1]. Karenanya ada tiga hal yang perlu digarisbawahi yaitu ‘mencegah’,
‘memberantas’ dalam arti menindak pelaku korupsi, dan ‘peran serta masyarakat’.
Kemajuan teknologi informasi sudah banyak membantu KPK
dalam melakukan tugas-tugasnya. Dari mulai gedung KPK yang dirancang sebagai
smart building, paper-less information system yang diberlakukan sebagai
mekanisme komunikasi internal di KPK, dan program-program kampanye serta
pendidikan antikorupsi KPK. Dalam meningkatkan peran serta masyarakat,
informasi elektronik sangat dibutuhkan agar informasi yang disampaikan dapat
lebih cepat diterima, lebih luas sebarannya, dan lebih lama penyimpanannya[2].
KPK juga telah mengadakan berbagai lomba bagi pelajar, mahasiswa, dan
masyarakat yang antara lain berupa lomba PSA antikorupsi, lomba film pendek
antikorupsi, lomba poster, dan lomba-lomba lainnya.
3.Instrumen internasional pencegahan korupsi
1) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) / United Nations (UN) PBB merupakan organisasi internasional yang beranggotakan hampir 200 negara di dunia. Dalam kurun waktu lima tahun, PBB setidaknya mengelar satu kali kongres yang membahas tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap Penjahat atau yang dikenal juga dengan United Nation Congress on Prevention on Crime and Treatment of Offenders. Dalam kongres ke-10 pada tahun 2000 yang diadakan di Vienna (Austria), isu tentang korupsi menjadi pembahasan utama dengan mengusung tema “International Cooperation in Combating Transnational Crime: New Challenges in the Twenty-first Century”. Oleh sebab itu, the United Nation Interregional Crime and Justice Research Institute (UNICRI) diamanahkan untuk menjadi penyelenggara berbagai workshop yang berkaitan dengan tema tersebut.
Melalui resolusi 54/128 of 12 December 1999 dengan tema “Action against Corruption”, Majelis Umum PBB menekankan pada upaya untuk penyusunan strategi level global dalam rangka melawan kejahatan korupsi. Langkah ini ditempuh dengan cara mengundang negara-negara anggota PBB untuk diadakannya semacam review terhadap berbagai kebijakan dan keputusan yang diambil oleh masing-masing negara anggota PBB dalam rangka mencegah dan mengendalikan kasus kejahatan korupsi. Saran dan rekomendasi juga diberikan kepada legilatif, eksekutif, yudikatif, aparat, swasta, ataupun masyarakat sipil untuk dikembangkan lebih lanjut.
Lembaga-lembaga pendonor yang berpotensial bisa dilibatkan lebih jauh dalam mengatasi korupsi. Perhatian lebih ada baiknya difokuskan untuk menentukan metode yang paling efektif dan efisien dalam melakukan pencegahan terhadap tindakan korupsi atau menangkap para koruptor dengan mempertimbangkan:
a) Niat dan tekad politik yang kuat dari pemerintah
b) Terwujudnya keseimbangan di dalam trias politica (eksekutif, legislatif, dan yudikatif).
c) Diberdayakannya masyarakat sipil.
d) Adanya media pers yang bebas lagi independen dalam membuka akses informasi publik.
2) Bank Dunia (World Bank) Pasca-tahun 1997,
World Bank dan IMF yang termasuk organisasi internasional menentukan bahwa tingkat korupsi menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan pinjaman kepada negara-negara debitur. Oleh sebab itu, World Bank Insitute mengembangkan Anti-Corruption Core Program dalam rangka meningkatkan kepedulian terhadap maraknya kasus korupsi di negara-negara berkembang, meningkatkan angka partisipasi masyarakat sipil dalam rangka penanganan kasus korupsi, serta memberikan dukungan melalaui bantuan sarana dan prasarana untuk pemberantasan korupsi melalui rencana-rencana aksi nasional. Selain masyarakat sipi, lembaga-lembaga juga perlu dilibatkan dalam penanganan korupsi.
3) OECD (Organization for Economic Co-Operation and Development) Setelah kegagalan PBB dalam membentuk konvensi pada tahun 1970-an, PBB mendukung langkah OECD dalam rangka memerangi korupsi di tingkat internasional. Pada awalnya, OECD hanya bekerja untuk melakukan studi banding juga menganalisis konsep, hukum, dan peraturan berbagai negara dalam berbagai bidang entah itu pidana, perdata, keuangan, ataupun administrasi. Hingga pada tahun 1997, Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business Transaction berhasil diteken dengan maksud utama untuk mencegah dan memberantas aksi suap-menyuap dalam transaksi internasional. Konvensi ini juga menghimbau negara-negara untuk berpartisipasi aktif dengan membentuk peraturan yang mendukung konvensi ini.
4) Uni Eropa Uni
Eropa sebagai bagian dari organisasi internasional mulai menggalakkan pemberantasan korupsi sejak tahun 1996 dan puncaknya the Council of Europe Program against Corruption berhasil diteken pada tahun 1997 dengan maksud menjadikan agenda pemberantasan korupsi sebagai agenda prioritas. Pemberantasan ini dilaksanakan dengan pemahaman bahwa korupsi memiliki banyak sudut pandang yang cukup kompleks, sehingga pemberantasan korupsi hendaklah dengan pendekatan yang multi-disiplin, monev berkala, niat dan tekad baja, serta fleksibilitas dalam penegakan hukum.
4.Peraturan perundangan anti korupsi di Indonesia
Undang – undang :
-
UU NO. 11 TAHUN 1980 (
Tindak pidana suap)
-
UU NO. 6 TAHUN 1983 (
Ketentuan umum dan tata cara perpajakan )
-
UU NO. 9 TAHUN 1994 (
Perubahan UU No. 6 Tahun 1983 )
-
UU NO. 28 TAHUN 1999 (
Penyelenggaraan negara bersih dan bebas dari korupsi )
-
UU NO. 31 TAHUN 1999 (
Pemberantasan tindak pidana korupsi)
-
UU NO. 16 TAHUN 2000 (
Perubahan kedua UU NO. 6 Tahun 1983)
-
UU NO. 20 TAHUN 2001 (
Perubahan UU NO. 31 Tahun 1999)
-
UU NO. 2 Tahun 2002 (
Kepolisian Negara Republik Indonesia )
- UU NO. 30 TAHUN 2002 ( Komisi pemberantasan korupsi )
5.Peranan mahasiswa dalam pencegahan korupsi
Untuk dapat berperan secara optimal dalam
pemberantasan korupsi adalah pembenahan terhadap diri dan kampusnya. Dengan
kata lain, mahasiswa harus mendemonstrasikan bahwa diri dan kampusnya harus
bersih dan jauh dari perbuatan korupsi.
Untuk mewujudkan hal tersebut, upaya pemberantasan
korupsi dimulai dari awal masuk perkuliahan. Pada masa ini merupakan masa
penerimaan mahasiswa, dimana mahasiswa diharapkan mengkritisi kebijakan
internal kampus dan sekaligus melakukan pressure kepada pemerintah agar undang-undang
yang mengatur pendidikan tidak memberikan peluang terjadinya korupsi. Di
samping itu, mahasiswa melakukan kontrol terhadap jalannya penerimaan mahasiswa
baru dan melaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang atas penyelewengan yang
ada. Selain itu, mahasiswa juga melakukan upaya edukasi terhadap rekan-rekannya
Ataupun calon mahasiswa untuk menghindari adanya
praktik-praktik yang tidak sehat dalam proses penerimaan mahasiswa.
Selanjutnya adalah pada proses perkuliahan. Dalam masa
ini, perlu penekanan terhadap moralitas mahasiswa dalam berkompetisi untuk
memperoleh nilai yang setinggi-tingginya, tanpa melalui cara-cara yang curang.
Upaya preventif yang dapat dilakukan adalah dengan jalan membentengi diri dari
rasa malas belajar.Hal krusial lain dalam masa ini adalah masalah penggunaan
dana yang ada dilingkungan kampus. Untuk itu diperlukan upaya investigatif
berupa melakukan kajian kritis terhadap laporan-laporan pertanggungjawaban
realisasi penerimaan dan pengeluarannya. Sedangkan upaya edukatif penumbuhan
sikap anti korupsi dapat dilakukan melalui media berupa seminar, diskusi,
dialog. Selain itu media berupa lomba-lomba karya ilmiah pemberantasan korupsi
ataupun melalui bahasa seni baik lukisan, drama, dan lain-lain juga dapat
dimanfaatkan juga.Selanjutnya pada tahap akhir perkuliahan, dimana pada masa
ini mahasiswa memperoleh gelar kesarjanaan sebagai tanda akhir proses belajar
secara formal.
Mahasiswa harus memahami bahwa gelar kesarjanaan yang
diemban memilikikonsekuensi berupa tanggung jawab moral sehingga perlu dihindari
upaya-upaya melalui jalan pintas.
Sumber :
https://spada.uns.ac.id/mod/resource/view.php?id=175326
9-PendidikanKewarganegaraan.pdf
Komentar
Posting Komentar